

Kera Mur dan Pohon Penjaga Air
Dahulu sekali di Pulau Muria yang dikelilingi laut biru, hiduplah Kera Mur bersama teman-temannya, Elang Kuda-Kuda, Kancil Luri, dan Biawak Bimo.
Mereka tinggal di Hutan Muria yang rimbun dan sejuk. Pohon-pohon tinggi memberi air bersih untuk sungai dan mata air serta tanahnya kuat memeluk akar agar tidak longsor.
Setiap pagi, Kera Mur memetik buah sambil bernyanyi, “Hutan hijau, air mengalir, semua hidup aman dan damai.”
Namun, suatu hari, suara kapak besi manusia terdengar, menebang pohon-pohon besar. Kancil Luri menatap sedih,
“Kenapa pohon kita ditebang, Mur?” Elang Kuda-Kuda terbang tinggi, melihat tanah yang terkelupas dan terbawa hujan ke laut. Lama-lama, lumpur menutupi air, laut pun menjadi daratan.
Mata air menjadi keruh. Kera Mur duduk di batu, menatap langit, “Dulu kita punya laut dan hutan lebat, sekarang semuanya hampir hilang…”
Biawak Bimo menepuk bahu Kera Mur, “Tapi, Mur, kita masih punya harapan.”
Suatu pagi, mereka melihat anak-anak manusia menanam pohon bersama orangtua mereka. Ada pohon jati, mahoni, dan nangka. Mereka menanam dengan wajah ceria.
Kera Mur dan teman-temannya ikut membantu. Elang Kuda-Kuda menjatuhkan biji ke tanah kosong, Kancil Luri membantu menggali lubang kecil, dan Biawak Bimo menjaga bibit dari hama.
Hari demi hari, pohon-pohon mulai tumbuh. Tanah menjadi kuat lagi, mata air mengalir jernih, dan burung-burung kembali bernyanyi.
Kera Mur tersenyum, “Kita memang tidak bisa mengembalikan laut yang hilang, tetapi kita bisa menjaga hutan ini agar air tetap bersih dan tanah tetap kuat.”
Anak-anak manusia tersenyum pada Kera Mur dan teman-temannya. Sejak hari itu, mereka bersama-sama menjaga hutan agar tidak banjir, tidak longsor, dan semua makhluk bisa hidup damai.
Dan, setiap pagi, suara Kera Mur terdengar lagi di hutan, “Hutan hijau, air mengalir, semua hidup aman dan damai.” *