Munggut Iwak (Edisi 2025 - 33)
Hari ini hari Minggu. Athaya, masih bergulat dengan selimutnya karena pagi ini begitu dingin. Semalaman hujan mengguyur tiada henti.
“Thaa, munggut!” Seruan Rere tetangganya membuat Athaya bergegas keluar rumah dengan semangat. Ia langsung berlari menuju belakang rumah yang letaknya tidak jauh dari aliran sungai Bengawan Solo.
Di sana, orang-orang sudah berdiri memenuhi tepi bengawan sembari membawa seser atau jaring ikan.
“Sesermu mana? Ikannya mumpung lagi pusing, nih!” Tanya Rere.
“Alah enggak usah, pakai tangan aja!” Seru Athaya tak sabar untuk menangkap ikan. Ia pun berjongkok dengan hati-hati dan menangkap ikan-ikan yang menampakkan kepalanya itu dengan mudah.
“Dapat!!” Seru Athaya.
“Aku juga!” Seru Rere memperlihatkan sesernya yang berisi banyak ikan. Sekali ia menjaring, ikan-ikan dengan mudah masuk ke dalam jaringnya.
Kondisi seperti ini di tempat tinggal Athaya yaitu daerah Bojonegoro, Jawa Timur sering disebut dengan munggut. Munggut adalah sebutan untuk kondisi ikan-ikan di Bengawan Solo yang naik ke permukaan dengan kondisi lemas.
Ikan-ikan tersebut tidak berdaya untuk bergerak saat volume air yang naik secara mendadak dan membuat air yang semula jernih menjadi keruh. Munggut hanya ada di daerah yang dialiri Bengawan Solo serta saat pergantian musim dari kemarau ke musim hujan.
Biasanya, hanya ada satu tahun sekali dan waktunya tidak berselang lama. Kurang dari enam jam ikan-ikan akan tersadar kembali karena berhasil menyesuaikan suhu tubuhnya dengan kondisi air yang baru. Oleh karena itu, orang-orang sesegera mungkin untuk mengambil ikan-ikan tanpa harus menggunakan alat pancing.
“Udangnya muncul!” Seru Ibu Rere saat mendapati gerombolan udang sungai di tepian.
Anak-anak yang ikut menangkap ikan atau udang juga didampingi oleh orangtuanya. Beberapa ember atau bak besar sebagian orang sudah penuh dengan berbagai jenis ikan. Ada ikan bader, ikan wader, ikan rengkik, dan udang sungai. Semua jenis ikan endemik di Bengawan Solo mereka dapatkan.
“Thaa, aku dapat iwak besar!” Seru Rere memperlihatkan jaringnya. Ia kegirangan dan mengeluarkan isi dari jaringnya. Saat semua isi jaring keluar, ternyata yang ia dapat bukanlah iwak atau sebutan untuk ikan di daerah Jawa, melainkan sepatu bot hitam dan beberapa botol plastik bekas.
“Ha-ha-ha, dapat sampah,” ledek Athaya.
“Kok jadi banyak sampah, sih!” gerutu Rere.
“Karena masih banyak orang-orang yang membuang sampah ke sungai. Jadi, sungainya tercampur dengan sampah,” ucap Ibu Rere.
“Kan, ikannya jadi kasihan, ya, Bu. Kena sampah,” gerutu Rere sembari menjaring ikan-ikan yang mulai muncul kembali.
“Oleh karena itu, kita tidak boleh membuang sampah di sungai!” Seru ibu Rere.
“Oke, Bu!!” Balas Rere. Mereka semua sangat bahagia karena mendapatkan banyak ikan dengan mudah.*