

Rafi dan Teman Baru
Rafi, bocah kelas empat SD, duduk termangu di teras rumah barunya. Empat hari sudah ia lewati di kota kecil Kalimantan Barat ini, kota yang jauh berbeda dari Sukabumi, tempat tinggalnya dulu. Liburan panjang terasa membosankan tanpa teman dan sekolah yang belum dimulai.
Rasa jenuh mengalahkan segalanya, Rafi memutuskan untuk keluar rumah. “Ibu, Rafi main di depan, ya!” pamitnya.
“Jangan jauh-jauh, Nak! Sebentar lagi makan siang,” sahut Ibu dari dapur.
Di tengah terik matahari, Rafi melihat seorang anak laki-laki sedang sibuk dengan sepedanya. Rasa ingin tahu membawanya mendekat. “Sepedamu kenapa?” tanya Rafi.
Anak itu mendongak, “Rantainya lepas. Wah, kamu anak baru di rumah ujung itu, kan? Aku Keyan.”
Rafi mengangguk, mengulurkan tangan. “Aku Rafi.”
“Tanganku kotor, maaf,” Keyan menunjukkan tangannya yang berlumuran oli.
Dengan sigap, Rafi mengambil ranting pohon dan membantu Keyan mengembalikan rantai sepeda ke tempatnya semula. “Berhasil!” seru Rafi. Keyan pun tersenyum lebar.
“Main ke rumahku, yuk!” ajak Keyan. Rafi dengan senang hati menerima ajakan itu.
Aroma masakan lezat menyambut mereka di rumah Keyan. “Yan, makan dulu! Ada balado udang kesukaanmu,” terdengar suara Ibu Keyan dari dapur.
“Bu, Keyan bawa teman,” kata Keyan.
“Wah, teman baru, ya? Ayo, makan bersama,” Ibu Keyan tersenyum ramah.
Rafi teringat ibunya. “Yan, aku pulang dulu ya? Ibu juga masak untukku,” ucap Rafi.
“Jangan, nanti kempunan!” kata Keyan.
“Kempunan?” Rafi bingung.
Keyan menjelaskan bahwa kempunan adalah kesialan yang akan menimpa jika menolak tawaran makanan. “Adat sini,” tambahnya.
Rafi merasa tidak enak, tetapi ia juga tidak ingin mengecewakan ibunya.
“Kalau begitu, pusak-pusak saja,” kata Keyan.
Rafi kembali bingung. Keyan tertawa, “Pusak-pusak itu menyentuh sedikit makanan yang ditawarkan, sebagai tanda menghargai.”
Rafi pura-pura menyentuh balado udang, lalu berpamitan. “Terima kasih, Tante. Nanti sore aku main lagi ya, Yan!”
“Oke, kutunggu!” jawab Keyan.
Dalam perjalanan pulang, Rafi terjatuh, lututnya lecet. Ia teringat kempunan. Apakah ini kesialan yang dimaksud? Rafi menggeleng, mungkin ini hanya kecelakaan biasa. Ia berjanji, lain kali akan mencicipi masakan Ibu Keyan.
“Ibu, Rafi pulang!” seru Rafi sesampainya di rumah, siap menikmati sop iga buatan ibunya.*